Laporan Akhir Tahun Komnas Perempuan Indonesia Tahun 2019

Laporan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendata berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh sejumlah lembaga masyarakat hingga institusi pemerintah yang ada di sebagian besar di setiap Provinsi di Indonesia, serta pelaporan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujuan (UPR) maupun email resmi Komnas Perempuan dalam jangka waktu satu tahun. Tahun 2020 Komnas Perempuan menyebarkan 672 lembar formulir kepada lembaga yang bekerja sama dengan Komnas Perempuan di seluruh Indonesia dengan respon balasan mencapai 239 formulir.


Tingkat respon balasan bertambah seiring dengan naiknya jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2019 yang meningkat hingga 6%. Jumlah kasus KTP 2019 sebesar 431.471, jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 406.178. Sebagian besar data bersumber dari kasus yang ditangani oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama. Data ini dikumpulkan dari 3 sumber, yaitu dari pengadilan negeri atau pengadilan agama sejumlah 421.752 kasus, dari lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 14.719 kasus, dan dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) yang dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk menerima aduan korban yang datang langsung ke Komnas Perempuan sebanyak 1.419 kasus, dimana 1.277 kasus adalah kasus berbasis gender 142 kasus diantaranya adalah kasus tidak berbasis gender.

Berbasis data yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling tinggi sama dengan tahun sebelumnya adalah KDRT atau ranah personal yang mencapai angka 75% (11.105 kasus). Ranah pribadi yang paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Pada posisi kedua diranah publik dengan presentase 24% (3.602) dan terakhir diranah negara dengan presentase 0.1% (12 kasus). Pada ranah KDRT atau ranah pribadi yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 4.783 kasus, kedua adalah kekerasan seksual sebanyak 2.807 kasus, psikis 2.056 kasus, dan ekonomi 1.459 kasus.

Pada ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.602 kasus. 58% kekerasan terhadap perempuan di ranah publik atau komunitas adalah kekerasan seksual yaitu pencabulan 531 kasus, pemerkosaan 715 kasus, dan pelecehan seksusal 520 kasus. selain itu pencabulan dan persetubuhan merupakan istilah yang banyak digunakan pihak Kepolisian dan Pengadilan karena dasar hukum pasal-pasal dalam KUHP untuk mempidanakan pelaku.

Pada ranah yang menjadi tanggung jawab negara, kasus-kasus yang dilaporkan sejumlah 12 kasus. Data berasal dari WCC dan LSM. 9 kasus dari DKI Jakarta antara lain adalah kasus penggusuran, kasus intimidasi kepada jurnalis ketika melakukan liputan, pelanggaran hak administrasi kependudukan, kasus pinjaman online, tuduhan afiliasi dengan organisasi terlarang. Lalu 2 kasus berasal dari Sulawesi Selatan berupa kasus pelanggaran hak administrasi kependudukan dan kesulitan untuk akses hak kesehatan berkaitan dengan BPJS, serta 1 kasus dari Jawa Tengah berupa pemukulan oleh oknum Satpol PP ketika terjadi penggusuran.

Bagi kekerasan di ranah rumah tangga atau relasi personal, sama seperti tahun sebelumnya kekerasan kepada istri menempati peringkat pertama 6.555 kasus, kedua kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 2.341 kasus. Kekerasan terhadap anak perempuan tahun ini meningkat dibanding tahun 2018, lebih banyak dibandingkan kekerasan dalam pacaran 1.815 kasus, sisanya adalah kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Angka kekerasan terhadap anak perempuan ketiga tertinggi angka kekerasan di ranah KDRT atau relasi personal memperlihatkan bahwa menjadi anak perempuan di dalam rumah bukan lagi hal yang aman. Sebagian mereka mengalami kekerasan seksual. Kasus inses pada tahun ini mencapai angka 822 kasus turun 195 kasus di banding tahun 2018 yang mencapai 1.017 kasus. Pelaku inses terbesar adalah sebesar 618 orang. Angka marital rape pada tahun ini juga turun di banding tahun 2018. Marital rape tahun 2019 sebesar 100 kasus  di banding data kasus tahun 2018 mencapai 192 kasus yang dilaporkan. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus pemerkosaan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan adalah pemerkosaan yang bisa ditindaklanjuti ke ranah hukum. Keberanian untuk melaporkan kasus yang dialami anak perempuan dan marital rape kepada lembaga layanan menunjukkan langkah kemajuan peremuan yang selama ini cenderung menutup dan memendam impunitas pelaku anggota keluarga.

Komentar

Posting Komentar